Kerajaan Demak adalah kesultanan
islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478.
Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan
Majapahit, dan terpecah menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa
dan Indonesia pada umumnya.
Pada saat kerajaan Majapahit
mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai
memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten
tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit.
Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati, yaitu Raden Patah dan
Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari
Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
Kehidupan Politik Kerajaan Demak
a. Raden Patah
Raden Patah dianggap sebagai pendiri
dari kerajaan Demak dan merupakan orang yang berhubungan langsung dengan
kerajaan Majapahit. Salah satu bukti menyebutkan bahwa beliau adalah putra dari
raja Brawijaya V dari Majapahit (1468-1478). Beliau memerintah dari tahun
1500-1518. Di bawah pemerintahnya, Demak mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Hal itu disebabkan Demak memiliki daerah pertanian yang sangat luas
sebagai penghasil bahan makanan terutama beras. Oleh karena itu, Demak menjadi
kerajaan agraris-maritim.
Wilayah kekuasaan Demak tak hanya
sebatas pantai utara Jawa, seperti Semarang, Jepara, Tuban, dan Gresik tapi
hingga ke Jambi dan Palembang di Sumatera timur. Kerajaan Demak berkembang sebagai
pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali
dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di pulau Jawa maupun
daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti penyebaran agama Islam ke daerah
Maluku dilakukan oleh Sunan Giri, ke daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh
seorang penghulu dari Demak yang bernama Tunggang Parangan. Pada masa
pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang pembangunan masjid itu
dibantu oleh para wali atau sunan. Akan tetapi, ketika Kerajaan Malaka
jatuh ke tangan Portugis tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus.
Kerajaan Demak dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan.
b. Pati Unus
Pada tahun 1513 Raden Patah
memerintahkan Pati Unus memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di
Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat
dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Pati Unus mendapat julukan
Pangeran Sabrang Lor.
Setelah Raden Patah wafat, tahta
Kerajaan Demak dipegang oleh Pati Unus. Ia memerintah Demak dari tahun
1518-1521 M. Masa pemerintahan Pati Unus tak begitu lama karena ia meninggal
dalam usia yang masih sangat muda dan tak meninggalkan seorang putra mahkota.
Walaupun usia pemerintahannya tak begitu lama, namun namanya cukup dikenal
sebagai panglima perang yang memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di
Malaka.
c. Sultan Trenggana
Sultan Trenggana berjasa atas
penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana,
Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa
dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana
(1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang
(1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa
(1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal
Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana
meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan
kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto.
Keruntuhan Demak
Suksesi ke tangan Sunan Prawoto
tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan Trenggono, yaitu
Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada
tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya “dihabisi” oleh suruhan Arya
Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi
penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri
adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya
Penangsang.
Arya Penangsang akhirnya berhasil
dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Joko
Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan di sana ia mendirikan
Kesultanan Pajang.
Kehidupan di Demak
Perekonomian di Kerajaan Demak
berkembang dengan pesat dalam dunia maritim karena didukung oleh penghasilan
dalam bidang agraris yang cukup besar. Kerajaan Demak mengusahakan kerjasama
yang baik dengan daerah-daerah di pantai utara Pulau Jawa yang telah menganut agama
Islam sehingga tercipta semacam federasi atau persemakmuran dengan Demak
sebagai pemimpinnya.
Kehidupan sosial Kerajaan Demak
kebanyakan telah diatur oleh aturan -aturan Islam tapi tak juga meninggalkan
tradisi yang lama. Kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Demak mendapat
dukungan dari para wali terutama Sunan Kalijaga. Masjid Demak dan perayaan
Sekaten adalah salah satu peninggalan budayanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar