Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan
menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh
demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak
motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.Terjadinya perbuatan
tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam
maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para
pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai
suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat
dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi
aktivitas bisnisyang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia
usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya
adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai
hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli,
penyalur, pemakai dan lain-lain.Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis
tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun
etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk
pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat
yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam
kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika
bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
1.
Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan terjadi apabila perusahaan atau
pemilik perusahaan berada dalam kapasitas dan posisi yang memungkinkannya
mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan pribadi atau perusahaan
tanpa dilandasi pertimbangan yang adil dan objektif. Dalam kasus pebisnis
menduduki posisi di pemerintahan atau lembaga legislatif, dikhawatirkan terjadi
konflik kepentingan yang disebut oleh Kernaghan dan Langford sebagai
self-dealing. Bagaimanapun, benturan kepentingan tidak selalu berasal dari
kapasitas atau posisi formal pelaku bisnis dalam pemerintahan atau legislatif.
Benturan kepentingan juga dapat berasal dari kekuatan lain seperti kekuatan
keuangan dan kemampuan melobi. Banyak pelaku bisnis yang memiliki kedua hal itu
meski berada di luar pemerintahan atau lembaga legislatif. Akibatnya, mereka
bukan saja dapat terjebak dalam benturan kepentingan, namun juga
perbuatan-perbuatan tercela.
Boleh jadi memang tidak selalu ada aturan formal yang
khusus dibuat untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan. Namun terlepas
dari ada atau tidaknya aturan formal, pelaku bisnis hendaknya tidak hanya
melihat benturan kepentingan dari aspek legal formal semata. Harus pula
dipertimbangkan masalah etika. Etika pada dasarnya adalah standar atau moral
yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Pelaku bisnis yang peduli kepada etika
tidak akan melakukan perbuatan yang melanggar hukum, menghindari tindakan-tindakan
yang dapat menimbulkan tuntutan hukum, dan menghindari tindakan-tindakan yang
akan menghancurkan citra dan reputasi pelaku bisnis. Namun di samping ketiga
hal itu, pelaku bisnis yang peduli etika juga akan menghindari perilaku yang
dapat menimbulkan benturan kepentingan, termasuk dengan kekuasaan.
Ketidakpedulian terhadap etika bukan hanya akan
berdampak buruk bagi masyarakat, namun juga bagi perusahaan dan pelaku bisnis
sendiri, seperti anjloknya reputasi serta harus dikeluarkannya untuk memulihkan
reputasi yang hilang, yang seringkali amat mahal. Namun yang paling sulit
dikembalikan adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap segala tindakan yang
dilakukan pelaku bisnis di masa depan.
2.
Etika Dalam Tempat Kerja
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh
ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai
tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah
tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang
dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan
tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua
hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan
diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan
menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian
memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga
insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.
Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban
moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan
menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi,
bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha
meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat
dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1)
Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat
kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan
kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke
pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.Etika Hubungan
dengan Karyawan.
2)
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas
etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan
menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan
memperoleh penghargaan.
3)
Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga
sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan
public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup.
3.
Aktivitas Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus mampu
mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi. Maka
dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan
dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku
mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut.
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam
membentuk budaya perusahaan. Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah
kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan
fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan
perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu
semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah
yang membentuk budaya itu (masalah budaya).
Jadi ketika perusahaan berskala Internasional yang
sudah pasti memiliki banyak karyawan membuat suatu kebijakan yang kemudian
nantinya dilaksanakan oleh karyawannya, semakin lama waktu berjalan maka
kebiasaan tersebut menjadi suatu budaya di perusahaan tersebut, maka dari itu
seharusnya sebuah peusahaan memikirkan matang-matang mengenai kebijakan yang akan
diberlakukan agar tidak menimbulkan budaya yang tidak baik bagi perusahaan
tersebut.
4.
Akuntabilitas Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1)
Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh
biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas
yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan.
2)
Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan
perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social
accounting, social auditing.
3)
Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial
agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang
merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
a.
Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya
sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa
jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara
spesifik.
b.
Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat saat aktivitas
yang menimbulkan biaya dan manfaat
sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi
c.
Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis dunia bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat,
kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada
suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan
oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan lingkungan.
5.
Manajemen Krisis
Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi
gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami
kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian
dapat dikategorikan sebagai krisis. Kejadian buruk dan krisis yang melanda
dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk. Mulai dari bencana alam seperti
Tsunami, musibah teknologi (kebakaran, kebocoran zat-zat berbahaya) sampai
kepada karyawan yang mogok kerja. Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis.
Setidaknya terdapat enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin
menyusun rencana bisnis yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1)
Situasi darurat (emergency response),
2)
Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery),
3)
Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4)
Strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption),
5)
Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency
planning), dan
6)
Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis pada hakekatnya dalam setiap penanganan krisis,
perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis ini
terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis terjadi.
Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi bisnis
yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Contoh
Kasus Isu Etika Signifikan dalam Dunia Bisnis dan Profesi:
BPOM Sita Kosmetik Ilegal Mengandung Obat Terlarang.
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO --- Bahan kosmetik
yang disita BPOM Semarang di Purwokerto, Rabu (15/5), diperkirakan mengandung
obat terlarang. Kepala BPOM Semarang, Dra
Zulaimah MSi Apt, menyebutkan hasil uji laboratorium krim kecantikan yang
disita dari satu satu rumah produksi di Kompleks Perumahan Permata hijau
tersebut, memang masih belum selesai.
''Tapi dari daftar bahan baku yang sudah disita, kosmetik tersebut kami
perkirakan mengandung berbagai jenis obat-obat keras yang peredarannya sangat
kami batasi,'' kata Zualimah, saat ditelepon dari Purwokerto, Kamis (16/5). Bahkan baku yang dipergunakan sebagai bahan baku krim
tersebut, antara lain berupa Bahan Kimia Obat (BKO) seperti obat-obatan jenis
antibiotik, deksametason, hingga hidrokuinon. ''Kami belum tahu, apakah
obat-obatan BKO tersebut, dimasukkan dalam krim kosmetik atau tidak, karena
masih dilakukan penelitian. Namun untuk bahan kimia hidrokuinon, kami
perkirakan menjadi salah satu bahan utama pembuatan kosmetik,'' jelasnya.
Di Indonesia, kata Zulaimah, bahan aktif Hidrokuinon sangat dibatasi penggunaannya.
Bahan aktif tersebut, hanya diizinkan digunakan dalam kadar yang sangat
sedikit, dalam bahan kosmetik pewarna rambut dan cat kuku atau kitek. Untuk
pewarna rambut, maksimal kadar hidrokuinon hanya 0,3 persen sedangkan untuk cat
kuku hanya 0,02 persen. ''Sedangkan untuk krim kulit, sama sekali tidak boleh
digunakan,'' jelasnya. Ia mengakui, di masa
lalu zat aktif hidrokuinin ini memang banyak digunakan untuk bahan baku krim
pemutih atau pencerah hulit. Namun setelah banyak kasus warga yang mengeluh
terjadinya iritasi dan rasa terbakar pada kulit akibat pemakaian zat
hidrokuinon dalam krim pemutih ini, maka penggunaan hidrokuinon dibatasi.
''Pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan pigmen kulit yang terpapar zat
ini menjadi mati. Bahkan, setelah sel pigmen mati, kulit bisa berubah menjadi
biru kehitam-hitaman,'' ujarnya menjelaskan. Sementara
mengenai adanya obat antibiotik dan deksametason yang ikut disita, Zulaimah
menyebutkan masih belum tahu penggunaan obat ini. Obat-obatan tersebut,
mestinya merupakan obat oral atau yang dikonsumsi dengan cara minum. Selain
itu, penggunaannya juga dibatasi karena merupakan golongan obat keras. ''Karena itu, kami masih belum tahu untuk apa
obat-obatan itu. Kita masih melakukan pengujian, apakah obat-obatan tersebut
digunakan sebagai campuran krim tersebut atau tidak,'' katanya.
Petugas BPOM sebelumnya menyita ribuan kemasan krim pemutih kulit di salah
satu rumah di perumahan Permata Hijau yang merupakan komplek perumahan elite di
Kota Purwokerto. Di rumah yang diduga menjadi rumah tempat pembuatan krim
kosmetik, petugas dari BPOM juga menemukan berbagai bahan baku pembuatan krim. Penggerebekan rumah produksi krim kecantikan itu,
dilakukan karena rumah produksi tersebut belum memiliki izin produksi dari
BPOM. Sementara penggunaan bahan baku kosmetik harus mendapat pengawasan ketat,
karena penggunaan bahan baku yang tidak semestinya bisa membahayakan konsumen.
Penggerebekan dilakukan, setelah petugas BPOM mendapat banyak keluhan dari
konsumen yang mengaku kulitnya terasa terbakar dan mengalami iritasi setelah
menggunakan krim yang dibeli dari salon kecantikan. Setelah dilakukan
pengusutan, ternyata krim tersebut diperoleh dari rumah produksi di Purwokerto. Zulaimah menyebutkan, krim pemutih hasil produksi
warga Purwokerto ini, dijual ke klinik klinik dan salon kecantikan di seluruh
wilayah Tanah Air. "Dari hasil catatan transaksi yang kita peroleh, krim
pemutih itu banyak dijual di Semarang, Banyumas, Bali, Jabodetabek dan terbesar
di Jabar hingga Bandung,'' jelasnya.
Ia menyebutkan, pemilik rumah produksi yang berinisial S, sudah dalam
pengawasan petugas BPOM. ''Mulai besok akan kami periksa. Bukan tidak mungkin
nantinya akan ada tersangkalain dalam kasus ini,'' jelasnya. Ditambahkannya,
pelanggaran dalam bidang POM, sesuai UU No 35 tahun 2009 bisa dikenai sanksi
pidana maksimal 15 tahun atau denda Rp 1,5 miliar.
Reporter : Eko Widiyatno Redaktur : Karta Raharja Ucu
Analisis
Kasus: Istanto Oerip Ketua PII mengatakan bahwa
Etika didefinisikan sebagai penyelidikan terhadap alam dan ranah moralitas
dimana istilah moralitas dimaksudkan untuk merujuk pada ‘penghakiman’ akan
standar dan aturan tata laku moral. Etika juga bisa disebut sebagai studi
filosofi perilaku manusia dengan penekanan pada penentuan apa yang dianggap salah
dan benar.
Dari definisi itu kita bisa mengembangkan sebuah konsep etika bisnis. Tentu
sebagian kita akan setuju bila standar etika yang tinggi membutuhkan individu
yang punya prinsip moral yang kokoh dalam melaksanakannya. Namun, beberapa
aspek khusus harus dipertimbangkan saat menerapkan prinsip etika ke dalam
bisnis.
Pertama, untuk bisa bertahan, sebuah bisnis harus mendapatkan keuntungan.
Jika keuntungan dicapai melalui perbuatan yang kurang terpuji, keberlangsungan
perusahaan bisa terancam. Banyak perusahaan terkenal telah mencoreng reputasi
mereka sendiri dengan skandal dan kebohongan.
Kedua, sebuah bisnis harus dapat menciptakan keseimbangan antara ambisi
untuk mendapatkan laba dan kebutuhan serta tuntutan masyarakat sekitarnya.
Memelihara keseimbangan seperti ini sering membutuhkan kompromi atau bahkan
‘barter’.
Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis
dalam menjalankan good business dan tidak melakukan ‘monkey business’ atau
dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan
manajemen bisnis yang etis agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang
yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis.
Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai
pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain,
melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh para pengusaha
kosmetik berbahaya yaitu pelanggaran terhadap undang-undang kesehatan dan
undang-undang perlidungan konsumen dimana perusahaan tidak memberikan
peringatan kepada konsumen mengenai kandungan yang ada didalam produk mereka
yang sangat berbahaya untuk kesehatan. Melakukan apa saja untuk mendapatkan
keuntungan pada dasarnya dapat dilakukan asalkan tidak merugikan pihak manapun.
Seharusnya para produsen kosmetik lebih mementingkan keselamatan komnsumen
diatas kepentingan perusahaan maka tentunya perusahaan itu sendiri akan
mendapatkan laba yang lebih besar atas kepercayaan masyarakat terhadap produk
tersebut.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sanksi. Kalau semua
tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya,
norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang
melanggar aturan diberikan sanksi untuk memberi pelajaran kepada yang
bersangkutan. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis. Pertama,
etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan
masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata
lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk
menjalankan bisnis secara baik dan etis.
Kedua, menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan
masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan
kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktik bisnis siapapun
juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat bertindak
menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak
dan kepentingan masyarakat tersebut.
Ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat
menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis
lebih bersifat makro atau lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup
makro semacam ini, etika bisnis bicara soal monopoli, oligopoli, kolusi, dan
praktik semacamnya yang akan sangat mempengaruhi, tidak saja sehat tidaknya
suatu ekonomi, melainkan juga baik tidaknya praktik bisnis dalam sebuah negara.
Sumber:
http://ariesta-riris.blogspot.com/2013/01/isu-etika-signifikan-dalam-dunia-bisnis_751.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar