Mengapa koperasi diindonesia sulit berkembang
Seperti yang
telah diterangkan dalam website departemen koperasi dijelaskan bahwa Di
Indonesia, ide-ide perkoperasian diperkenalkan pertama kali oleh Patih di
Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan
sebuah Bank untuk Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya
diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang
didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk
memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op
de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe
Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat
Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha
pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang
memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Hingga saat ini kepedulian
pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga
yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi.
Tugas
Tugas
dan fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Kementerian Negara Serta Susunan
Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara pasal 552, 553 dan
554, yaitu: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan
negara.
Fungsi
- Perumusan
dan penetapan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan
menengah;
- Koordinasi
dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro,
kecil dan menengah;
- Pengelolaan
barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
- Pengawasan
atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah; dan
- Penyelenggaraan
fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah sesuai dengan undang-undang di bidang koperasi, usaha mikro,
kecil dan menengah.
Namun seiring
berjalannya waktu koperasi diindonesia tidak berjalan seperti yang seharusnya
.banyak factor yang mempengaruhi sehingga koperasi diindonesia tidak bisa berkembang
dari factor eksternal maupun internal.Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan,
Koperasi dan UMKM masih akan menghadapi banyak kendala. Kelembagaan usaha
Koperasi dan UMKM merupakan aspek penting yang perlu dicermati dalam membedah
permasalahan Koperasi dan UMKM.
Perlu digaris bawahi bahwa lebih dan 51 juta usaha yang ada, atau lebih
dan 99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan skala usaha yang
sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis. Dengan badan
usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan Legalitas
usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai. Upaya
pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan UMKM demikian banyak
dan Luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan perbatasan.
Lemahnya kelembagaan ini juga terjadi pada Koperasi karena rendah pemahaman perkoperasian oleh para pengelola, pengurus maupun anggota Koperasi. Kondisi ini cukup memprihatinkan, tidak saja jika dilihat dan rendahnya partisipasi anggota dalam usaha Koperasi, tetapi juga dapat dilihat dan rendahnya pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) oleh Koperasi aktif.
Lemahnya kelembagaan ini juga terjadi pada Koperasi karena rendah pemahaman perkoperasian oleh para pengelola, pengurus maupun anggota Koperasi. Kondisi ini cukup memprihatinkan, tidak saja jika dilihat dan rendahnya partisipasi anggota dalam usaha Koperasi, tetapi juga dapat dilihat dan rendahnya pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) oleh Koperasi aktif.
Dengan kondisi seperti itu, menunjukkan bahwa kapasitas dan kualitas para
pengelola Koperasi, sebagian besar masih sangat rendah. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa tetah terjadi pengelolaan Koperasi yang tidak sesuai
dengan nilai, identitas dan jatidiri Koperasi. Semakin rnemburuknya citra
Koperasi di tengah masyarakat, karena banyak Koperasi tidak aktif dengan
Legalitas yang tidak memadai, terlilit persoalan hukum, bahkan pengurus,
anggota, akte serta alamat yang sulit untuk diidentifikasi, adalah
persoalan-persoalan akut yang perlu segera ditangani. Sementara harapan untuk
melakukan perubahan tidak mungkin diserahkan pada masyarakat, karena kesadaran
untuk berkoperasi belum sepenuhnya tumbuh berkembang sebagai sebuah kebutuhan.
Koperasi dan UMKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Kebanyakan SDM Koperasi dan UMKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis, kompetensi, kewirausahaan dan manajemen yang seadanya. Langkah perubahannya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kebijakan kurikulum dan pelaksanaan diklat serta revitatisasi lembaga diklat. Hal ini perlu disadari sedari dini, karena sebagai penopang penciptaan wirausaha baru, jumlah dan keberadaan lembaga pengembangan usaha, Lembaga diklat dan inkubator sangat sedikit dan jauh dan memadai.
Koperasi dan UMKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Kebanyakan SDM Koperasi dan UMKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis, kompetensi, kewirausahaan dan manajemen yang seadanya. Langkah perubahannya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kebijakan kurikulum dan pelaksanaan diklat serta revitatisasi lembaga diklat. Hal ini perlu disadari sedari dini, karena sebagai penopang penciptaan wirausaha baru, jumlah dan keberadaan lembaga pengembangan usaha, Lembaga diklat dan inkubator sangat sedikit dan jauh dan memadai.
Masalah klasik lain yang dihadapi Koperasi dan UMKM adalah terbatasnya
akses Koperasi dan UMKM kepada sumberdaya produktif. Akses kepada sumberdaya
produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, teknologi, sarana pemasaran
serta informasi pasar.
Dalam hal pendanaan utamanya Koperasi dan UMKM memiliki permasalahan karena modal sendiri yang terbatas, tingkat pendapatan rendah, aset jaminan dan administrasi tidak memenuhi persyaratan perbankan. Bahkan bagi Usaha Mikro dan Kecil sering kali terjerat rentenir/pihak ketiga dan kurang tersentuh lembaga pembiayaan.
Dalam hal pendanaan utamanya Koperasi dan UMKM memiliki permasalahan karena modal sendiri yang terbatas, tingkat pendapatan rendah, aset jaminan dan administrasi tidak memenuhi persyaratan perbankan. Bahkan bagi Usaha Mikro dan Kecil sering kali terjerat rentenir/pihak ketiga dan kurang tersentuh lembaga pembiayaan.
Adapun berkaitan dengan akses teknologi, kebanyakan Koperasi dan UMKM
mengunakan teknologi sederhana, kurang memanfaatkan teknologi yang lebih
memberikan nilai tambah produk. Demikian juga Koperasi dan UMKM sulit untuk
memanfaatkan informasi pengembangan produk dan usahanya. Upaya pemberdayaannya.juga
diliputi dengan adanya ketimpangan dalam penguasaan sumberdaya produktif baik
antar pelaku usaha, antar daerah maupun antara pusat dan daerah.
Kondisi di atas telah berakibat serius terhadap rendahnya produktivitas dan daya saing produk Koperasi dan UMKM. Terlebih Koperasi dan UMKM tidak memiliki jaringan pasar dan pemasaran yang luas. Kebanyakan mereka hanya memiliki akses pasar di tingkat lokal, atau yang paling maju mereka dapat melakukan sedikit ekspor melalui usaha menengah dan besar yang berlaku sebagai perantara.
Kondisi di atas telah berakibat serius terhadap rendahnya produktivitas dan daya saing produk Koperasi dan UMKM. Terlebih Koperasi dan UMKM tidak memiliki jaringan pasar dan pemasaran yang luas. Kebanyakan mereka hanya memiliki akses pasar di tingkat lokal, atau yang paling maju mereka dapat melakukan sedikit ekspor melalui usaha menengah dan besar yang berlaku sebagai perantara.
Selain permasalahan yang berkaitan dengan pelaku usaha, keberadaan
aparatur dan sarana-prasarana penunjang sangat menentukan berhasil tidaknya
proses pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Dalam hal ini terdapat kenyataan bahwa
dari jumlah aparatur tidak sepenuhnya sebanding dengan cakupan jumlah Koperasi
dan UMKM. Bahkan hampir 10 tahun terakhir, Kementerian Koperasi dan UKM tidak
melakukan rekruitmen. Hal ini telah mengakibatkan kesenjangan dalam jenjang
karier di Kementerian Koperasi dan UKM. Bagi sebuah kantor kementerian jumlah
aparatur yang ada sudah mendekati ideal, hanya perlu peningkatan kompetensi
bagi setiap aparat, dengan penyesuaian penyesuaian tertentu apabila terdapat
karyawan yang pensiun.
Demikian halnya terkait dengan peningkatan jenjang pendidikan bagi karyawan perlu dilakukan khususnya untuk jenjang pendidikan Strata 2 (S2-Magister) dan Strata 3 (S3-Doktorat). Keahlian khusus bagi aparatur juga pertu ditingkatkan, khususnya dilakukan diklat pendalaman perkoperasian dan kewirausahaan, diklat aparatur dan diklat motivasi. Searah dengan hal. tersebut, sangat dipertukan sarana dan prasarana lembaga diklat atau pusat pelatihan bagi aparatur dan gerakan Koperasi serta bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Demikian halnya terkait dengan peningkatan jenjang pendidikan bagi karyawan perlu dilakukan khususnya untuk jenjang pendidikan Strata 2 (S2-Magister) dan Strata 3 (S3-Doktorat). Keahlian khusus bagi aparatur juga pertu ditingkatkan, khususnya dilakukan diklat pendalaman perkoperasian dan kewirausahaan, diklat aparatur dan diklat motivasi. Searah dengan hal. tersebut, sangat dipertukan sarana dan prasarana lembaga diklat atau pusat pelatihan bagi aparatur dan gerakan Koperasi serta bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Hal ini merupakan kebutuhan, mengingat
perpindahan (mutasi) aparatur di daerah yang sangat dinamis. Di sisi lain
berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan dan keterampilan bidang
perkoperasian dan manajemen usaha.
Sumber :
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1316:3-penyebab-koperasi-di-indonesia-sulit-berkembang&catid=50:bind-berita&Itemid=97
Tidak ada komentar:
Posting Komentar