i8

SELAMAT DATANG DIBLOG SAYA

Sabtu, 05 Oktober 2013

koperasi


Mengapa koperasi diindonesia sulit berkembang

Seperti yang telah diterangkan dalam website departemen koperasi dijelaskan bahwa Di Indonesia, ide-ide perkoperasian diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk Pegawai Negeri. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Hingga saat ini kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi.
Tugas
Tugas dan fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara pasal 552, 553 dan 554, yaitu: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Fungsi
  1. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
  2. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah;
  3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah;
  4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; dan
  5. Penyelenggaraan fungsi teknis pelaksanaan pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sesuai dengan undang-undang di bidang koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah.
Namun seiring berjalannya waktu koperasi diindonesia tidak berjalan seperti yang seharusnya .banyak factor yang mempengaruhi sehingga koperasi diindonesia tidak bisa berkembang dari factor eksternal maupun internal.Dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, Koperasi dan UMKM masih akan menghadapi banyak kendala. Kelembagaan usaha Koperasi dan UMKM merupakan aspek penting yang perlu dicermati dalam membedah permasalahan Koperasi dan UMKM.
Perlu digaris bawahi bahwa lebih dan 51 juta usaha yang ada, atau lebih dan 99,9% pelaku usaha adalah Usaha Mikro dan Kecil, dengan skala usaha yang sulit berkembang karena tidak mencapai skala usaha yang ekonomis. Dengan badan usaha perorangan, kebanyakan usaha dikelola secara tertutup, dengan Legalitas usaha dan administrasi kelembagaan yang sangat tidak memadai. Upaya pemberdayaan UMKM makin rumit karena jumlah dan jangkauan UMKM demikian banyak dan Luas, terlebih bagi daerah tertinggal, terisolir dan perbatasan.
            Lemahnya kelembagaan ini juga terjadi pada Koperasi karena rendah pemahaman perkoperasian oleh para pengelola, pengurus maupun anggota Koperasi. Kondisi ini cukup memprihatinkan, tidak saja jika dilihat dan rendahnya partisipasi anggota dalam usaha Koperasi, tetapi juga dapat dilihat dan rendahnya pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) oleh Koperasi aktif.
Dengan kondisi seperti itu, menunjukkan bahwa kapasitas dan kualitas para pengelola Koperasi, sebagian besar masih sangat rendah. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tetah terjadi pengelolaan Koperasi yang tidak sesuai dengan nilai, identitas dan jatidiri Koperasi. Semakin rnemburuknya citra Koperasi di tengah masyarakat, karena banyak Koperasi tidak aktif dengan Legalitas yang tidak memadai, terlilit persoalan hukum, bahkan pengurus, anggota, akte serta alamat yang sulit untuk diidentifikasi, adalah persoalan-persoalan akut yang perlu segera ditangani. Sementara harapan untuk melakukan perubahan tidak mungkin diserahkan pada masyarakat, karena kesadaran untuk berkoperasi belum sepenuhnya tumbuh berkembang sebagai sebuah kebutuhan.
            Koperasi dan UMKM juga menghadapi persoalan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Kebanyakan SDM Koperasi dan UMKM berpendidikan rendah dengan keahlian teknis, kompetensi, kewirausahaan dan manajemen yang seadanya. Langkah perubahannya dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kebijakan kurikulum dan pelaksanaan diklat serta revitatisasi lembaga diklat. Hal ini perlu disadari sedari dini, karena sebagai penopang penciptaan wirausaha baru, jumlah dan keberadaan lembaga pengembangan usaha, Lembaga diklat dan inkubator sangat sedikit dan jauh dan memadai.
Masalah klasik lain yang dihadapi Koperasi dan UMKM adalah terbatasnya akses Koperasi dan UMKM kepada sumberdaya produktif. Akses kepada sumberdaya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, teknologi, sarana pemasaran serta informasi pasar.
Dalam hal pendanaan utamanya Koperasi dan UMKM memiliki permasalahan karena modal sendiri yang terbatas, tingkat pendapatan rendah, aset jaminan dan administrasi tidak memenuhi persyaratan perbankan. Bahkan bagi Usaha Mikro dan Kecil sering kali terjerat rentenir/pihak ketiga dan kurang tersentuh lembaga pembiayaan.
Adapun berkaitan dengan akses teknologi, kebanyakan Koperasi dan UMKM mengunakan teknologi sederhana, kurang memanfaatkan teknologi yang lebih memberikan nilai tambah produk. Demikian juga Koperasi dan UMKM sulit untuk memanfaatkan informasi pengembangan produk dan usahanya. Upaya pemberdayaannya.juga diliputi dengan adanya ketimpangan dalam penguasaan sumberdaya produktif baik antar pelaku usaha, antar daerah maupun antara pusat dan daerah.
              Kondisi di atas telah berakibat serius terhadap rendahnya produktivitas dan daya saing produk Koperasi dan UMKM. Terlebih Koperasi dan UMKM tidak memiliki jaringan pasar dan pemasaran yang luas. Kebanyakan mereka hanya memiliki akses pasar di tingkat lokal, atau yang paling maju mereka dapat melakukan sedikit ekspor melalui usaha menengah dan besar yang berlaku sebagai perantara.
Selain permasalahan yang berkaitan dengan pelaku usaha, keberadaan aparatur dan sarana-prasarana penunjang sangat menentukan berhasil tidaknya proses pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Dalam hal ini terdapat kenyataan bahwa dari jumlah aparatur tidak sepenuhnya sebanding dengan cakupan jumlah Koperasi dan UMKM. Bahkan hampir 10 tahun terakhir, Kementerian Koperasi dan UKM tidak melakukan rekruitmen. Hal ini telah mengakibatkan kesenjangan dalam jenjang karier di Kementerian Koperasi dan UKM. Bagi sebuah kantor kementerian jumlah aparatur yang ada sudah mendekati ideal, hanya perlu peningkatan kompetensi bagi setiap aparat, dengan penyesuaian penyesuaian tertentu apabila terdapat karyawan yang pensiun.
              Demikian halnya terkait dengan peningkatan jenjang pendidikan bagi karyawan perlu dilakukan khususnya untuk jenjang pendidikan Strata 2 (S2-Magister) dan Strata 3 (S3-Doktorat). Keahlian khusus bagi aparatur juga pertu ditingkatkan, khususnya dilakukan diklat pendalaman perkoperasian dan kewirausahaan, diklat aparatur dan diklat motivasi. Searah dengan hal. tersebut, sangat dipertukan sarana dan prasarana lembaga diklat atau pusat pelatihan bagi aparatur dan gerakan Koperasi serta bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Hal ini  merupakan kebutuhan, mengingat perpindahan (mutasi) aparatur di daerah yang sangat dinamis. Di sisi lain berkembangnya kebutuhan masyarakat terhadap pengetahuan dan keterampilan bidang perkoperasian dan manajemen usaha.
Sumber :
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1316:3-penyebab-koperasi-di-indonesia-sulit-berkembang&catid=50:bind-berita&Itemid=97

Tidak ada komentar:

Posting Komentar